BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengambilan
keputusan adalah kegiatan yang paling sering di lakukan oleh orang-orang pada
semua tingkatan dan bidang organisasi. Karena makna dari keputusan sendiri
diartikan bahwa pilihan di antara dua atau lebih alternatif (Robbin &
Coulter, 2009:162). Sedangkan ketika kita dibenturkan oleh suatu masalah, kita
di haruskan mengambil sebuah keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut. Contohnya, ketika kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dalam beberapa
organisasi kemahasiswaan, suatu hari kita dipertemukan oleh agenda kegiatan/
rapat dalam waktu yang bersamaan dari organisasi A dan B yang kita ikuti. Dalam
masalah seperti itu kita di haruskan untuk mengambil keputusan kegiatan/ rapat
mana yang harus kita hadiri.
Dalam
sebuah pengambilan keputusan terkadang kita harus mengorbankan hal yang
tentunya sangat kita senangi/ kita inginkan. Ketika kita memilih kegiatan
organisasi A maka kesempatan mengikuti organisasi B akan hilang dan sebaliknya.
Dengan kata lain pengambilan keputusan itu memiliki fungi yang sangat penting
untuk seseorang dalam sebuah organisasi atau sebagai anggota organisasi.
Seorang
anggota organisasi harus mampu memprioritaskan suatu pilihan yang tepat dalam
keputusannya, agar keputusan tersebut tidak di sesalinya kemudian hari. Terkadang
pengambilan keputusan seseorang akan disesali ketika keputusannya tidak sesuai
dengan prediksi/ tujuannya. Selain itu kehidupan nyata dalam organisasi
terkadang keputusan kita berbenturan terhadap kepentingan orang lain/ organisasi.
Dari masalah tersebut menandakan bahwa pengambilan keputusan itu tidaklah
mudah. Salah satunya adalah kita harus mempertimbangkan hal-hal yang lain di
sekeliling kita.
Dewasa
ini banyak pedoman dalam pengambilan keputusan di dalam sebuah organisasi. Dari
beberapa pedoman tersebut tentunya banyak cara/ norma/ atau aturan yang
berbeda. Untuk mengembangkan keilmuan Islam yang terus berkembang pesat hingga
sekarang ini, tentunya penulis akan membahas makalah ini dengan bertamakan
tentang “pengambilan keputusan menurut islam”. Sudah tidak asing lagi telinga
kita mendengar intergrasi-interkoneksi antara ilmu umum dan juga ilmu islam
terutama bagi akademisi di UIN Sunan Kalijaga. Karena sesungguhnya di dalam
islam pun mengajarkan tata cara pengambilan keputusan yang baik dan bijaksana,
namun mungkin hal tersebut belum mampu terjamah, akibat banyaknya keilmuan yang
kita anut di adopsi dari barat tanpa mendalaminya secara sungguh-sungguh, dalam
artian lain kita hanya mampu mempergunakannya saja (pragmatis) tanpa mengetahui makna yang mendasar di dalamnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
proses pengambilan keputusan yang baik?
2. Bagaimana
pengambilan keputusan menurut Islam?
3. Bagaimana
sebuah organisasi mengaplikasikan pengambilan keputusan sesuai Islam?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
cara/ proses pengambilan keputusan yang baik
2. Untuk
mengetahui cara/ proses pengambilan keputusan yang bijaksana sesuai Islam
3. Untuk
mengetahui kinerja pengambilan keputusan sesuai dengan Islam dalam organisasi
nyata
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pengambilan keputusan adalah proses memilih dari sejumlah
alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi setiap anggota organisasi, terutama
pemimpin/ pimpinan organisasi. Karena proses pengambilan keputusan mempunyai
peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan
perubahan organisasi. Setiap level anggota organisasi mengambil keputusan
secara hierarkis (Husaini, 2008:361). Tak ada di dalam suatu organisasi,
anggota yang tidak memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan. Semua anggota
memiliki hal tersebut meskipun tidak semuanya memiliki hak pengambilan
keputusan yang sama setiap tingkatan.
Pengambilan keputusan dalam organisasi sangat
berpengaruh dalam pertumbuhan organisasi. Positif atau negatifnya pertumbuhan
tersebut tergantung si pengambil keputusan. Artinya si pengambil keputusan organisasi
adalah orang yang sangat menentukan organisasi tersebut.
Pengambilan keputusan Islami ialah pengambilan
keputusan yang di lakukan sesuai dengan syari’at (hukum) Islam atau dengan lain
pengambilan keputusan Islami yaitu proses memilih dari berbagai alternatif
sesuai dengan tuntunan Islam. Menurut pandangan Islam, ketika berbicara tentang
pengambilan keputusan tidaklah semata-mata hanya berpatokan kepada perkembangan
dari sisi material suatu organisasai saja. Namun harus mampu melihat sisi yang
lainnya, seperti yang di ajarkan Islam tentang hablumminallah (hubungan baik dengan Allah), hamblumminannas (hubungan baik dengan manusia), dan
yang terakhir yang adalah hablumminal-alam
(hubungan baik dengan alam). Dari tiga prinsip tersebut sang pengambil
keputusan akan mampu melakukan pengambilan keputusan sesuai dengan Islam/ yang
Islami.
B.
Proses
Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan memiliki beberapa
tahapan dalam prosenya. Namun sebelumnya mari kita pahami terlebih dahulu
mengenai gaya pengambilan keputustan menurut Robbins & Coulter dalam
bukunya yang berjudul “Manajemen”. Gaya pengambilan keputusan tersebut adalah:
·
Gaya mengarahkan, gaya pengambilan
keputusan ini dicirikan oleh toleransi yang rendah terhadap ambiguitas dan cara
berfikir yang rasional. Mereka itu efisien dan logis. Jenis mengarahkan membuat
keputusan secara cepat dan memusatkan perhatian pada jangka pendek. Kecepatan
dan efisiensi mereka dalam membuat keputusan sering mengakibatkan mereka
mengambil keputusan dengan informasi minimum dan meniai sedikit alternatif
saja.
·
Gaya analitis, pembuat keputusan ini
dicirikan oleh toleransi terhadap ambiguitas yang tinggi dan bersifat rasional.
Mereka menginginkan lebih banyak informasi sebelum mengambil keputusan dan
merenungkan lebih banyak alternatif. Para pengambil keputusan analitis yang
paling baik dicirikan sebagai pengambil keputusan yang hati-hati dengan
kemampuan untuk beradaptasiatau menghadapi situasi-situasi yang unik.
·
Gaya konseptual, gaya pengambilan
keputusan ini dicirikan oleh toleransi terhadap ambiguitas yang tinggi dan cara
berfikir intuitif. Individu-individu dengan gaya konseptual cenderung amat luas
pandangan mereka dan akan melihat banyak alternative. Mereka memusatkan
perhatian jangka panjang dan sangat baik dalam menemukan pemecahan kreatif atas
sejumlah masalah.
·
Gaya perilaku, gaya pengambil keputusan
ini dicirikan oleh toleransi terhadap ambiguitas yang rendah dan cara berfikir
intuitif. Para pengambil keputusan gaya perilaku sangat baik dalam bekerja sama
dengan orang lain. Mereka menaruh perhatian pada prestasi anak buah dan sangat
suka menerima saran dari orang lain. Sering kali mereka menggunakan rapat untuk
berkomunikasi meskipun mereka berusaha menghindari konflik. Penerimaan oleh
orang lain itu penting bagi para pengambil keputusan yang bergaya perilaku.
Setelah mengetahui macam-macam gaya pengambilan
keputusan penulis akan membahas mengenai pokok permasalahan yaitu proses
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan di perlukan rangkaian
langkah-langkah yang harus di tempuh guna dapat mengambil keputusan dengan
baik. Menurut Robbins & Coulter ada delapan langkah proses pengmbilan
keputusan, yaitu :
1. Mengenali/
identifikasi masalah
Mengenali masalah dengan efektif tidaklah mudah atau
sepele. Manajer (orang yang mengambil keputusan) dapat mengenali masalah dengan lebih baik jika
mereka memahami tiga sifat masalah :
a. Anda harus
sadar terhadap masalah,
b. berada
dalam tekanan untuk bertindak, dan
c. mempunyai sumber daya yang di perlukan untuk
bertindak .
Manajer akan menyadari adanya masalah dengan melihat
dimana suatu hal berada sekarang di banding dengan dimana seharusnya mereka
berada dan kemana masalah itu ingin mereka tempatkan. Jika masalah tidak pada
di tempat yang mereka inginkan atau jika hal-hal yang tidak berjalan dengan lancar
seperti yang mereka inginkan, maka akan timbul krisis ketidaksesuaian (Stepthen
& Coulter, 2009: 164).
2. Identifikasi
kriteria keputusan
Setelah
mengidentifikasi masalah yang membutuhkan perhatian, kriteria keputusan yang penting untuk memecahkan
masalah tersebut haruslah teridentifikasi. Artinya, para pengambil keputusan
harus menentukan apa yang relevan dalam mengambil keputusan.
3. Mengalokasikan
berat kriteria
Kriteria yang diidentifikasi dalam langkah 2 diatas
tidak semuanya penting, oleh karenanya para pengambil keputusan harus memberi
bobot ke butir-butir tersebut untuk memberinya prioritas yang tepat dalam
keputusan si pengambil keputusan.
4. Menyusun
alternatif
Langkah keempat menuntut para pengambil keputusan
membuat daftar sejumlah alternatif yang dapat menyelesaikan masalah organisasi.
Hal ini agar si pengambil keputusan memiliki opsi/ alternatif guna
mempertimbangkan mana keputusan yang menurutnya terbaik di antara opsi-opsi
yang dimiliki.
5. Menganalisis
alternatif
Setelah alternatif-alternatif teridentifikasi,
pengambil keputusan secara kritis harus menganalisis masing-masing alternatif
itu. Hal tersebut dengan mengevaluasi kelemahan dan kelebihan masing-masing alternatif
dengan cara membandingkannya dengan kriteria yang di tetapkan pada langkah
pertama dan kedua. Dari perbandingan itu memperlihatkan kekuatan/ kelebihan dan
kelemahan masing-masing alternatif menjadi jelas.
6. Memilih
sebuah alternatif
Langkah ini merupakan tindakan penting yakni memilih
alternative terbaik dari alternatiF yang di pertimbangkan. Kita telah
menentukan semua faktor yang terkait dalam keputusan itu, member bobot, dan
mengidentifikasi serta menganalisis alternatif-alternatif yang bisa berhasil,
kita semata-mata harus memilih alternatiff yang menghasilkan angka paling
tinggi dalam langkah ke-5.
7. Mengimplementasikan
alternatif terpilih
Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu
kepada orang-orang yang terpengaruh dan mendapatkan komitmen mereka atas
keputusan tersebut. Jika orang yang harus mengimplementasikan keputusan ikut
serta dalam proses itu dengan semangat di bandingkan dengan jika mereka hanya
di beri tahu apa yang harus di lakukan.
8. Mengevaluasi
keefektifan keputusan
Langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan
mencakup menilai hasil keputusan tersebut untuk melihat apakah masalahnya
teratasi, apakah alternatif dalam langkah ke-6 dan di implementasikan dalam
langkah ke-7 mencapai hasil yang di kehendaki dan lain sebagainya.
C.
Pengambilan
Keputusan Menurut Islam
Di dalam Islam pengambilan keputusan bagi pemimpin
yang beriman selalu dapat mencari dan menemukan dasarnya di dalam firman-firman
Allah SWT dan Hadits Rasullah SAW. Tanpa bertolak dari dasar firman Allah SWT
atau Hadits Rasul dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin dapat terjerumuh
menjadi bid’ah. Keputusan seperti itu
akan di kutuk Allah SWT karena bersifat memperturutkan hawa nafsu yang di
tuntun setan (Hadari, 1993:64-77).
Proses pengambilan keputusan dalam Islam menurut
Hadari Nawawi dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Menurut Islam”, yang
bersifat apriori berlangsung sebagai
berikut :
1. Menghimpun
dan melakukan pencatatan serta pengembangan data, yang jika perlu dilakukan
melalui kegiatan penelitian, sesuai dengan bidang yang akan di tetapkan
keputusannya.
2. Menghimpun
firman-firman Allah SWT dan Hadist Rasullah SAW sebagai acuan utama, sesuai
dengan bidang yang akan di tetapkan keputusannya.
3. Melakukan
analisis data dengan merujuk pada firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasullah
SAW, untuk memisahkan dan memilih yang relevan dan tidak relevan untuk di
rangkai menjadi kebulatan.
4. Memantapkan
keputusan yang ditetapkan, setelah meyakini tidak bertentangan dengan kehendak
Allah SWT berdasarkan firman-firaman-Nya dan Hadits Rasullah SAW.
5. Melaksanakan
keputusan secara operasional dalam bentuk kegiatan-kegiatan kongkrit oleh para
pelaksana.
6. Menghimpun
data operasional sebagai data baru, baik yang mendukung ataupun yang menolak
keputusan yang telah ditetapkan. Data tersebut dapat di pergunakan langsung
untuk memperbaiki keputusan sebagai umpan balik (feedback), apabila ternyata terdapat kekeliruan.
Pengambilan keputusan yang bersifat apostriori
didalam Islam menurut Hadari adalah:
1. Ijma’
Ijma memiliki arti permufakatan, persetujuan dan
persesuaian pendapat. Dengan demikian Ijma; adalah persetujuan di antara para ulama Islam di masa
sahabat-sahabat Rasullah SAW. Pendapat tersebut terutama berasal dari Imam
Hambali dan Imam Hanafiah, yang hanya menerima Ijma’ sampai pada masa sahabat
yang empat (khalifahu Rasyiddin). Dikatakannya : “ barang siapa mendakwa Ijma’ sesudah sahabat adalah kedustaan semata.”
Imam Hambali berpegang pada Ijma’ berkenaan dengan sesuatu yang paling
bermanfaat bagi masyarakat. Sedang Imam hanafi berpegang pada pendirian bahwa
Ijma’ harus sesuatu yang baik dan dapat di terima oleh akal. Namun kedua Imam
itu sepakat bahwa sumbernya harus bersandar pada Al-Qur’an dan Hadist.
2. Qiyas
Qiyas
pada dasarnya membandingkan atau menyamakan. Pengertian Qiyas yang lebih luas
adalah menyatakan suatu (hukum) yang ada nashnya di dalam Al-Qur’an dan Hadits,
karena ada ‘illat persamaannya. Pengertian Qiyas yang lain adalah menghubungkan
suatu perkara yang didiamkan oleh syar’ dengan yang di nashkan pada hukum,
karena ‘illat yang sama antara keduanya.
3. Taqlid
Dalam proses pengambilan keputusan, Islam mengenal
juga bentuk Taqlid. Taqlid berarti menerima, mengambil perkataan atau pendapat
orang lain yang tidak ada hujjah (alasannya) dari Al-Qur’an dan Hadits.
Pengertian lain mengatakan Taqlid adalah mengikuti orang yang terhormat atau
dipercaya dalam suatu hukum, dengan tidak memeriksa lagi benar atau salahnya,
baik atau buruknya, manfaat atau mudaratnya hukum itu.
4. Ittiba’
Ittiba’ berarti mengikuti dan menurut segala yang di
perintahkan, yang dilarang dan yang dibenarkan Rasullah SAW. Dengan kata lain
Ittiba’ adalah mengerjakan agama dengan mengikuti segala sesuatu yang pernah di
terangkan atau dicontohkan Rasullah SAW, baik berupa perintah atau larangan
maupun yang dibenarkannya.
5. Ijtihad
Ijtihad
sebagai proses pengambilan keputusan apostriori berarti usaha yang
sungguh-sungguh samapai menghabiskan kesanggupan seorang faqih (ahli hukum
agama) dalam menyelidiki dan memeriksa keterangan dalam Al-Qur’an dan Hadits,
untuk memperoleh atau menghasilakan sangkaan menetapkan hukum syara’ yang
diamalkan dengan jalan mengeluarkan hukum dari kedua sumber tersebut.
D.
Organisasi
yang Melakukan Pengambilan Keputusan Sesuai dengan Islam
Organisasi yang menggunakan seluruh pengambilan
keputusannya sesuai dengan Islam belumlah ada yang sempurna. Karena terkadang
hal tersebut sering terjadi benturan kepentingan di dalamnya, seperti
kepentingan invidu/ pemimpin organisasi, kepentingan kelompok/ ideologi, kepentingan
ekonomi,dll. Namun di balik itu semua jika kita meneliti lebih jauh, banyak
dari organisasi di Indonesia sudah mampu menyentuh ke ranah pengambilan
keputusan sesuai dengan Islam.
Ada beberapa organisasi yang pengambilan
keputusannya merujuk pada pengambilan keputusan sesuai dengan islam, misalnya
organisasi massa (Ormas) : Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Jamaah Tabligh,
dll. Sedangkan dari segi ekonomi adalah beberapa bank yang menganut sistem
syari’ah, seperti : Bank Muamalat, Bank BRI Syari’ah, Bank Mandiri
Syari’ah,dll.
Di dalam makalah ini akan memfokuskan diri pada
salah satu organisasi masyarakat, yaitu Muhammadiyah. Pembahasannya adalah
sebagai berikut :
a. Sejarah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian
dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau
adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya
ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula
ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat
mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke
luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk
mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan
kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
b. Data Perserikatan Muhammadiyah
Jaringan Muhammadiyah
|
|
1. Pimmpinan
Wilayah (PWM)
|
33 Wilayah
(Propinsi)
|
|
2. Pimpinan
Daerah (PDM)
|
417 Daerah
(Kabupaten/Kota)
|
|
3. Pimpinan
Cabang (PCM)
|
3.221 Cabang
(Kecamatan)
|
|
4. Pimpinan
Ranting (PRM)
|
8.107 Ranting
(Desa/Kelurahan)
|
|
Majelis-Majelis
|
1. Majelis
Tarjih dan Tadjid
|
|
|
2. Majelis
Tabligh
|
|
3. Majelis
Pendidikan Tinggi (MPT)
|
|
4. Majelis
Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
|
|
5. Majelis
Pendidikan Kader (MPK)
|
|
6. Majelis
Pustaka dan Informasi (MPI)
|
|
7. Majelis
Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
|
|
8. Majelis
Lingkungan Hidup (MLH)
|
|
9. Majelis
Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
|
|
10. Majelis
Pelayanan Sosial (MPS)
|
|
11. Majelis
Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
|
|
12. Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
|
|
13. Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
|
|
Lembaga-Lembaga
|
1. Lembaga
Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS)
|
|
2. Lembaga
Hubungan dan Kerjasama International
|
|
3. Lembaga
Pengawas Pengelolaan Keuangan
|
|
4. Lembaga
Pengembangan Cabang dan Ranting
|
|
5. Lembaga
Hikmah dan Kebijakan Publik
|
|
6. Lembaga
Penanganan Bencana
|
|
7. Lembaga
Seni Budaya dan Olahraga
|
|
Organisasi Otonom
|
1. Aisyiyah
|
|
2. Pemuda
Muhammadiyah
|
|
3. Nasyiyatul
Aisyiyah
|
|
4. Ikatan
Mahasiswa Muhamamdiyah
|
|
5. Ikatan
Pelajar Muhammadiyah
|
|
6. Hizbul
Wathan
|
|
7. Tapak
Suci
|
|
Di dalam organisasi Muhammadiyah
memiliki lembaga yang khusus mengkaji mengenai pengambilan keputusan suatu
hukum yang di beri nama Majelis Tarjih dan Tadjid.
Majelis tersebut memiliki tugas guna mengambil keputusan mengenai hukum-hukum
beribadah. Berdasarkan garis besar program, Majelis
ini mempunyai tugas pokok:
1. Mengembangkan
dan menyegarkan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan
masyarakat yang multikultural dan kompleks.
2. Mensistematisasi
metodologi pemikiran dan pengalaman Islam sebagai prinsip gerakan tajdid dalam
gerakan Muhammadiyah.
3. Mengoptimalkan
peran kelembagaan bidang tajdid, tarjih dan pemikiran Islam untuk selalu
proaktif dalam menjawab masalah riil masyarakat yang sedang berkembang.
4. Mensosialisasikan
produk-produk tajdid, tarjih dan pemikiran keislaman Muhammadiyah ke seluruh
lapisan masyarakat.
5. Membentuk
dan mengembangkan pusat penelitian, kajian, dan informasi bidang tajdid
pemikiran Islam yang terpadu dengan bidang lain.
Dari
Majelis Tarjih dan
Tadjid Muhammadiyah memutuskan beberapa hukum/ fatwa tentang duduk perkara suatu permasalahan. Hukum tersebut
dibuat berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist. Hal ini sesuai dengan proses
pengambilan keputusan yang ditulis oleh
Hadari
Nawawi dalam bukunya.
Beberapa
hasil dari fatwa Majelis Tarjih dan Tadjid Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
1. Larangan
merokok
Agama
Islam (syariah) menghalalkan segala yang baik dan
mengharamkan khabaais (segala yang buruk), sebagaimana ditegaskan
dalam al-Quran,
وَيُحِلُّ
لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ
الْخَبَائِثَ [الأعراف 157]
Artinya: “…
dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … ”[Q. 7:157].
2. Larangan
sistem bunga pada bank
Surat Ali Imran (3): 130,
يآ أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ
تَأْكُلُوْا الرِّبوا أَضْعَافًا مُضعَفَةً وَاتَّقُوْا الله لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ [آل عمران : 130] .
Artinya: Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan [Q.
3: 130].
3. Larangan
bertato
إِنَّا
جَعَلْنَا مَا عَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ
عَمَلاً
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang
ada di bumi sebagai perhiasan baginya
agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya
"(QS. AL-Kahfi {18}:7)
Dan firman Allah
SWT;
قُلْ
مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ
الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
خَالِصَةً
يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Katakanlah; ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-Nya, dan (siapakah yang mengharamkan) rizki yang baik.’
Katakanlah; ‘Semuanya itu disediakan bagi orang-orang yang beriman (dan tidak
beriman) dalam kehidupan dunia, semata-mata bagi orang yang beriman di hari
kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui’.” (QS. Al-A’raf {7}:32).
Dari beberapa fatwa
tersebut kita dapat mengetahui kegiatan pengambilan keputusan dari organisasi
Muhammadiyah yang mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Proses pengambilan keputusan yang baik
ialah dengan skema sebagai berikut :
1. Mengenali/
identifikasi masalah
2. Identifikasi
kriteria keputusan
3. Mengalokasikan
berat kriteria
4. Menyusun
alternatif
5. Menganalisis
alternatif
6. Memilih
sebuah alternatif
7. Mengimplementasikan
alternatif terpilih
8. Mengevaluasi
keefektifan keputusan
·
Pengambilan keputusan menurut Islam
sebenarkan tidak betentangan dengan pengambilan keputusan menurut ahli barat,
hanya saja pengambilan keputusan menurut Islam lebih menekankan kepada
hukum-hukum yang telah di tuliskan di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Sehingga hal
tersebut lebih terlihat sempurna karena ada batasan-batasan tertentu yang
bertujuan untuk kebaikan bersama, bukan hanya kebaikan bagi beberapa orang
ataupun kelompok semata.
·
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi massa yang didirikan di
Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912
oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan.
Organisasi massa dibidang keagamaan ini menggunakan pengambilan keputusan
sesuai dengan Islam khususnya pada salah satu lembaga yang dinamakan Lembaga
Tarjih. Lembaga tersebut sangat kita ketahui sangatlah kental menggunakan
pengambilan keputusan sesuai Islam. Organisasi tersebut lebih mengutamakan
Ijtihad di bandingkan Taqlid dalam pengambilan keputusannya, terutama dalam
bidang fatwa/ pemutusan hukumnya.
B.
Kritik
dan Saran
·
Makalah ini belumlah sempurna karena
terkendala dalam penemuan refrensi-refrensi yang terbatas. Maka alangkah
pentingnya untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut yang di bahas dalam
beberapa bab didalam makalah ini.
·
Sebagai akademisi muslim sudah
sepatutnya lebih mendalami ajaran tersebut bukan hanya dalam beribadah semata,
namun juga diperlukan turut hadir
dalam mengembangkan keilmuannya.
Daftar
Pustaka
§ Nawawi,
Hadari. 1993. Kepemimpinan menurut Islam.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press
§ Robbins,
Coulter. 2009. Manajemen edisi kedelapan. Jakarta : PT Indeks
§ Usman,
Husani. 2008. Manajemen”Teori Praktik
&Riset Penddidikan. Jakarta Timur : PT Bumi Aksara
§ http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-50-det-sejarah.html
§ http://www.fatwatarjih.com/